Selasa, 23 Oktober 2012

Warung Kopi

"Mari, silakan duduk.."
Sebuah adegan pembuka yang hangat. Lambat laun para pemirsa, termasuk aku mulai menikmati sajian hiburan ini. Cukup murah. Hanya dengan membeli secangkir kopi susu dan beberapa potong gorengan. Aku bisa menjumpai ensiklopedia raksasa di muka bumi. Segala ada di sini. Tidak perlu repot-repot berdasi, tidak perlu pula mengenakan pita tanda pengenal. Hanya duduk saja, dengar dan perhatikan.

Mungkin aku biasa menyaksikan acara para Lawyer yang tersohor itu. Yang di dalamnya orang-orang berdasi, berbatik serta mengenakan pita khusus duduk di sebuah meja bundar. Bergiliran mereka bicara, digilir pula mic- di meja-meja. Ada yang pitam, ada yang kalem. Tapi terlalu tegang. Keningku pegal karena sering berkerut.

Tapi di sini, di warung kopi ini. Semuanya hangat. Bisa jadi tegang sejenak, tapi setelah seruputan kopi mencapai ampasnya. Semuanya hangat lagi. Sesekali asap flamboyan dari rokok-rokok dua belas ribuan ikut berhembus dengan isu-isu. Seru, aku  pun asyik masyuk. 

Kamu ingin membahas selebriti, kawan? Ada di sini. Mereka tak kalah dari ibu-ibu yang biasa berkerumun di gerobak tukang sayur. Ayo, apa lagi? Membahas ekonomi, politik, sejarah, kebudayaan, reliji, hiburan, musik, sampai hal terkecil seperti (susah kentut) pun di bahas di sini. 

Seperti kopi. Kamu hanya perlu menyeruput kopinya saja, tak perlu ampasnya. Di warung kopi pun, kamu hanya perlu mengambil positifnya. Yang buruk-buruk. Tinggalkan. Bikin penyakit!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar